Oleh: Mulia Amirullah, S.E.I., M.E.I.
(Kaprodi Ekonomi Syariah STAI Al Hidayah Tasikmalaya)

Dalam kajian ekonomi, fokus utama sering kali terpusat pada pertumbuhan, efisiensi, dan distribusi sumber daya. Namun, pendekatan ini sering kali mengabaikan aspek sosial, moral, dan spiritual yang sebenarnya memiliki peran krusial dalam membentuk keseimbangan ekonomi. Ibn Khaldun, seorang pemikir Muslim abad ke-14, menawarkan sebuah perspektif unik dalam ekonomi yang tidak hanya mencakup aspek material, tetapi juga memperhitungkan dimensi sosial dan spiritual dalam sistem ekonomi Islam. Pemikirannya mengenai ontologi ekonomi Islam yang dituangkan dalam karyanya Muqaddimah memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana ekonomi dapat dikelola dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan sosial.

Ontologi ekonomi Islam Ibn Khaldun didasarkan pada empat pilar utama: aspek material, aspek spiritual, aspek individu, dan aspek sosial. Keempat pilar ini membentuk sistem ekonomi yang tidak hanya berfokus pada produksi dan konsumsi, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana ekonomi dapat menciptakan kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan.

1. Aspek Material: Produksi dan Distribusi yang Berkeadilan

Ibn Khaldun melihat ekonomi tidak hanya sebagai aktivitas produksi dan konsumsi, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Ia menekankan pentingnya keberkahan dalam aktivitas ekonomi, di mana hasil produksi harus memiliki manfaat bagi masyarakat luas dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam pemikirannya, distribusi kekayaan yang adil menjadi faktor penting dalam menciptakan stabilitas sosial. Konsep zakat, yang merupakan kewajiban bagi Muslim yang mampu, menjadi instrumen utama dalam memastikan pemerataan kekayaan. Selain itu, sektor pertanian mendapat perhatian khusus dalam pemikiran Ibn Khaldun karena dianggap sebagai fondasi utama dalam menciptakan stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan.

2. Aspek Spiritual: Etika dalam Ekonomi Islam

Berbeda dengan pendekatan ekonomi konvensional yang sering kali berfokus pada keuntungan material, ekonomi Islam menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual dalam menjalankan aktivitas ekonomi. Ibn Khaldun berpendapat bahwa ekonomi harus dijalankan dengan prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan tolong-menolong. Etika bisnis Islam, yang menolak eksploitasi dan kecurangan, memastikan bahwa keuntungan ekonomi tidak hanya dinikmati oleh segelintir individu, tetapi didistribusikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain zakat, wakaf juga menjadi salah satu instrumen dalam mendukung kesejahteraan sosial. Wakaf produktif, misalnya, dapat digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan, rumah sakit, dan infrastruktur publik lainnya yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

3. Aspek Individu: Peran Akal dan Ilmu dalam Ekonomi

Ibn Khaldun menekankan pentingnya akal dan ilmu pengetahuan dalam memahami hukum ekonomi Islam. Menurutnya, manusia memiliki tanggung jawab untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, penelitian dan eksperimen menjadi sarana penting dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Ibn Khaldun juga menyoroti pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Dengan pengetahuan yang cukup, individu dapat mengelola sumber daya secara lebih efisien dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

4. Aspek Sosial: Peran Negara, Pengusaha, dan Masyarakat

Dalam pandangan Ibn Khaldun, distribusi kekayaan yang merata merupakan kunci utama dalam menciptakan kesejahteraan sosial. Untuk mencapai hal ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menerapkan kebijakan yang berpihak pada pemerataan ekonomi, seperti pajak progresif dan subsidi bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Pengusaha, di sisi lain, harus menjalankan bisnis dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial, misalnya dengan memberikan upah yang layak bagi pekerja dan menghindari praktik eksploitasi. Masyarakat juga memiliki peran aktif dalam menciptakan sistem ekonomi yang adil, misalnya melalui pemberdayaan komunitas dan partisipasi dalam kegiatan ekonomi berbasis koperasi.

Meskipun Ibn Khaldun hidup pada abad ke-14, pemikirannya tetap relevan dalam menghadapi tantangan ekonomi modern. Saat ini, banyak negara menghadapi masalah ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat. Kapitalisme yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi sering kali mengabaikan aspek sosial dan lingkungan, sementara sosialisme yang menekankan pemerataan sering kali mengalami kegagalan dalam menciptakan efisiensi ekonomi. Pemikiran Ibn Khaldun menawarkan solusi alternatif yang menggabungkan efisiensi ekonomi dengan prinsip keadilan sosial. Misalnya, konsep zakat dapat menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan ekonomi tanpa mengorbankan kebebasan individu dalam berusaha. Selain itu, prinsip keberlanjutan dalam ekonomi Islam juga sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang semakin banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia.?

Di sisi lain, konsep ekonomi berbasis etika yang dikembangkan oleh Ibn Khaldun juga dapat menjadi solusi bagi berbagai krisis ekonomi yang disebabkan oleh spekulasi dan praktik bisnis yang tidak etis. Krisis keuangan global tahun 2008, misalnya, disebabkan oleh praktik perbankan yang tidak bertanggung jawab dan spekulasi yang berlebihan pada industri properti. Jika sistem keuangan berbasis syariah yang menolak riba dan spekulasi diterapkan secara lebih luas, stabilitas ekonomi global dapat lebih terjaga.

Wallaahu?alam


Tulisan ini telah dipublis pada:?Ontologi Ekonomi Islam Ibn Khaldun: Sebuah Pendekatan Holistik [KLIK]