Oleh: Eris Munandar, S.E.I., M.E.K
(Ketua P3M STAI Al Hidayah Tasikmalaya/Dosen Prodi Ekonomi Syariah STAI Al Hidayah Tasikmalaya)

Akhir tahun 2024 lalu Kementerian Agama Republik Indonesia mengukuhkan Kota Tasikmalaya sebagai kota wakaf. Pengukuhan tersebut dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kota Tasikmalaya yang ke-23 di Balaikota Tasikmalaya pada tanggal 26 Oktober 2024. Kota Wakaf sendiri merupakan inisiasi Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI yang salah satu tujuannya adalah membangun ekosistem perwakafan di tingkat Kabupaten/Kota. Sebagai sebuah ekosistem, program kota wakaf tentu membutuhkan banyak dukungan dari berbagai stakeholder, seperti Pemerintah Daerah, Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU), Ormas Islam, serta lembaga agama dan keagamaan. 

Berbagai literatur, baik literatur klasik maupun kontemporer, serta kajian-kajian yang berkaitan dengan wakaf sangat erat menghubungkan wakaf dengan pembangunan sosial yang berkelanjutan. Wakaf telah terbukti berkontribusi secara positif bagi pendidikan, dakwah, kesehatan, ekonomi, serta sosial-budaya. Banyak lembaga pendidikan Islam di dunia yang berkembang pesat dengan pengembangan wakaf pada sektor-sektor produktif. Sebut saja Universitas Al-Azhar di Mesir yang memberikan beasiswa pendidikan kepada mahasiswa yang berasal dari mancanegara, pun demikian juga lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia seperti Pondok Pesantren Gontor, Universitas Islam Indonesia, dan lain sebagainya. Ini sebagian kecil saja dari potret kontribusi wakaf di sektor pendidikan. 

Dahulu mungkin masyarakat memiliki anggapan bahwa jika ingin berwakaf harus menjadi orang yang kaya terlebih dahulu, berkecukupan secara finansial, harta bendanya sudah melebihi dari kebutuhan dasar keluarga. Sehingga paradigma berwakaf dulu adalah dengan aset-aset yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan bagi masjid, madrasah, pesantren, atau kuburan. Namun saat ini instrumen wakaf berkembang dengan sangat pesat, tidak hanya terpaku pada aset tidak bergerak saja, bahkan siapa pun saat ini dapat berwakaf dengan nominal yang sangat terjangkau melalui wakaf uang atau wakaf melalui uang. Ini tentu menjadi sebuah peluang yang sangat baik untuk terus didengungkan kepada masyarakat luas, yang salah satunya melalui inisiasi program Kota Wakaf ini. 

 

Alasan Tasik sebagai Kota Wakaf

Pemilihan Kota Tasikmalaya sebagai Kota Wakaf tentu tidak sekonyong-konyong dilakukan oleh Kementerian Agama, melainkan melalui serangkaian persyaratan ketat yang harus dipenuhi. Penulis berasumsi bahwa Kota Tasikmalaya sangat tepat dijadikan sebagai Kota Wakaf lantaran beberapa alasan, diantaranya:

Pertama, Tasik sebagai Kota Santri. Kota Santri sangat melekat dengan Tasikmalaya, baik Kabupaten maupun Kota, bahkan di Kota Tasikmalaya sendiri data BPS tahun 2021 menyebutkan setidaknya terdapat 270 Pondok Pesantren yang tersebar di 10 Kecamatan dengan 40.021 orang santri. Jika ditelusuri lebih mendalam, bahwa notabene pondok pesantren didirikan di atas lahan wakaf dan ini menjadi salah satu alasan kuat mengenai pengukuhan kota wakaf. 

Kedua, Mayoritas warga beragama Islam. Berdasarkan portal resmi data terbuka Kota Tasikmalaya tahun 2023, Agama Islam menjadi agama yang dipeluk oleh mayoritas warga yaitu sekitar 98,59% dari jumlah penduduk sebanyak 747.123 orang pada tahun 2023. Sisanya 1,05% bergama Kristen, Katolik sebanyak 0,25%, Budha sebanyak 0,09%, Konghuchu sebanyak 0,01%, Hindu sebanyak 0,003% dan sisanya aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebanyak 0,001%.

Ketiga, Warga Kota Tasikmalaya dikenal sangat religius. Penelitian Zubaidy (2008) menyebutkan bahwa warga Tasikmalaya dikenal sangat religius, dan ini dibuktikan pula oleh dukungan pemerintah dengan menebitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2014 yang penerapan syariat islam melalui nilai-nilai religius islami seperti pemeliharaan keyakinan beragama, pengamalan beribadah, kewajiban melaksanakan ibadah, mengutamakan sistem ekonomi syariah, pengembangan pendidikan agama dan etika berpakaian. Perda ini merupakan revisi dari Perda Nomor 12 tahun 2009.

Keempat, dukungan stakeholder. Kota wakaf merupakan program kolaboratif, partisipatoris, dan integratif, artinya bahwa program ini perlu dukungan dari seluruh elemen masyarakat di Kota Tasikmalaya. Menurut informasi, Bank BPRS Al-Madinah sebagai salah satu BUMD milik Kota Tasikmalaya menyambut dengan antusias program ini dengan mendeklarasikan menjadi salah satu lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU). Dukungan lainnya datang juga dari ormas keagamaan, juga organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang sejak dari dulu selalu fokus untuk mendakwahkan ekonomi Islam kepada masyarakat. 

Keempat alasan inilah yang mungkin saja mewakili dari berbagai alasan pemilihan Kota Tasikmalaya sebagai kota wakaf. Intinya bahwa program ini mendorong bagaimana wakaf menjadi mudah dipahami dan dijalankan oleh siapa pun, termasuk orang awam yang belum mengerti wakaf sekalipun. Sebab wakaf menjadi salah satu pilar keuangan Islam yang dapat mendorong pembangunan sosial masyarakat yang berkelanjutan, dan secara tidak langsung juga turut membantu pemerintah dalam mensukseskan program-program yang telah dicanangkan. 

 

Bagaimana wakaf dapat membumi di Kota Tasikmalaya? 

Paradigma perwakafan sebagaimana yang telah diungkap di atas, masih banyak masyarakat yang menganggap berwakaf merupakan ibadah yang sulit dijangkau oleh masyarakat kelas menengah bawah. Hal ini tentu menjadi tantangan utama yang akan dihadapi. Minimnya literasi perwakafan membutuhkan kolaborasi nyata dari berbagai pihak untuk terus mensosialisasikan wakaf kepada masyarakat. Misalnya saja kolaborasi perlu dilakukan dengan para tokoh masyarakat dan da’i/mubaligh yang langsung berhubungan dengan grass root. Jika da’i/mubaligh kebanyakan menyampaikan tema-tema kajian yang berkaitan ibadah mahdhah saja, maka mulai sekarang harus dimulai dengan tema-tema perwakafan atau filantropi Islam secara umum. 

Di Kementerian Agama sendiri terdapat penyuluh agama Islam di bawah naungan Seksi Bimas Islam, diantaranya ada yang bertugas di bidang wakaf dan zakat. Karena salah satu tugas penyuluh agama Islam adalah menyampaikan program melalui bahasa agama, sehingga sangat dimungkinkan bahasa untuk mensosialisasikan pun melalui bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Jika diperlukan kolaborasi antara BWI dengan penyuluh agama Islam untuk menyusun kurikulum materi dakwah perwakafan, sehingga yang tidak bertugas pada bidang wakaf dan zakat pun dan menyampaikan materi dengan lugas. 

Tantangan selanjutnya tidak hanya kalangan grass root yang minim literasi perwakafan, namun masyakat kelas menengah atas pun nampaknya perlu untuk disentuh. Perkembangan Kota Tasikmalaya yang begitu pesat serta bertumbuhnya sektor ekonomi UMKM juga harus didorong terlibat aktif untuk ikut mensukseskan kota wakaf. Maka yang perlu dilakukan untuk menyentuh sektor ini melalui pendekatan berbasis komunitas UMKM atau melalui kemitraan dengan perguruan tinggi yang ada di Kota Tasikmalaya. Beberapa perguruan tinggi ada yang sudah memiliki program studi ekonomi syariah, sangat relevan dengan suksesi kota wakaf. Program pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang dimiliki oleh perguruan tinggi dapat disinergikan dengan kota wakaf, terutama untuk membidik masyarakat kelas menengah atas agar kesadaran berwakaf dapat meningkat. 

 

Kota Wakaf tidak jalan di tempat

Dampak nyata wakaf akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat jika pemberdayaannya dilakukan sesuai dengan aturan baku yang telah ditetapkan. Oleh karenanya program kota wakaf tidak hanya sebatas seremonial, atau selesai saat peresmian sudah dilaksanakan. Sebelum adanya program kota wakaf, berbagai lembaga keagamaan di Kota Tasikmalaya telah berhasil membawa perubahan bagi lembaganya masing-masing. Maka setelah program kota wakaf ini bergulir, sangat diharapkan seluruh elemen masyarakat bahu membahu bersinergi untuk menebar kebermanfaatan lebih luas lagi. 

Meningkatnya kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu outcome yang diharapkan dari adanya program kota wakaf ini, terlebih masih tingginya gap antara kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat di Kota Tasikmalaya. Maka kota wakaf menjadi salah satu alternatif solusi yang bisa digulirkan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, wakaf seyogyanya dapat juga mendorong perubahan sosial kemasyarakatan ke arah yang lebih baik. Berbagai problem sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, stunting, dan sebagainya juga dapat terbantu dengan adanya wakaf.

Oleh karena itu, program Kota Wakaf ini bukanlah sekadar program seremonial, tetapi merupakan sebuah ikhtiar nyata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dengan sinergi dan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat, program ini diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat Kota Tasikmalaya. Semoga Kota Tasikmalaya dapat menjadi contoh daerah yang berhasil memberdayakan wakaf secara optimal untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Wallahu a’lamu bish shawwab.