
Mengenal Tafsir Salman: Kontribusi Cendekiawan Masjid Salman ITB dalam Studi Tafsir
Oleh: Mida Hardianti, M.Ag.
(Dosen Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Al Hidayah Tasikmalaya)
Tafsir bercorak ilmiah telah menjadi bagian dari dinamika intelektual Muslim dalam memahami Al-Qur'an di era modern. Pendekatan ini berusaha menghubungkan ajaran wahyu dengan temuan ilmu pengetahuan, sehingga Islam tidak hanya dipahami secara normatif tetapi juga relevan dengan perkembangan sains dan teknologi. Seiring berkembangnya metode tafsir, muncul berbagai corak tafsir ilmiah di Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh para dosen dan ilmuan ITB dengan judul tafsir Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Atas Juz ‘Amma.
Kemunculan Tafsir Salman pada tahun 2014 ini dilatarbelakangi oleh sosok almarhum Irfan Ansory yang merupakan seorang alumni program studi Farmasi ITB. Ia gigih mengungkapkan isyarat-isyarat ilmiah ayat-ayat al-Qur’an. Ia senantiasa menyampaikan keterkaitan isyarat ilmiah al-Quran dalam berbagai kesempatan, khutbah Jum’at, ceramah terawih, kuliah dhuha, bahkan disela-sela training. Kegigihannya yang konsisten itu disambut baik oleh pengurus YPM Salman ITB, yang kemudiaan terbentuk tim khusus untuk menulis tafsir ilmiah dibawah arahan Dr. Ir. Syarif Hidayat. Nyatanya Irfan Ansory telah terlebih dahulu oleh Allah keharibaan-Nya, namun proyek yang menjadi cita-citanya diteruskan oleh Tim Tafsir Ilmiah Salman.
Menurut penelitian Milati dalam Journal of Islamic Studies and Humanities Vol. 2 tugas tim tafsir Salman ITB adalah menjabarkan tafsir ilmi dalam bentuk kegiatan seperti diskusi kecil setiap pekan. Diskusi tersebut tentunya mengundang ahli-ahli tafsir dan bahasa Arab, menuliskan dan mempublikasikan hasil diskusi tersebut ke dalam bentuk buletin Jum’at dan secara online melalui website www.salmanitb.com, kemudian membukukan hasil diskusi dan buletin tersebut menjadi Tafsir Ilmiah Salman.
Metodologi Penyusunan Tafsir Salman
Pada bagian awal dari Tafsir Salman dijelaskan bahwa tafsir tersebut tidak meninggalkan metode-metode mufassir klasik yang utama yaitu menafsirkan ayat al-Qur’an dengan al-Qur’an, hadis nabi yang shahih, serta telaah kebahasaan., Semua bisa kita sebut dengan tafsir bi al riwayah atau bil al-ma’tsur. Namun tidak berhenti di sana, sebagaimana object kajian ayat yang mencakup ayat-ayat kauniyah, tafsir tersebut memadukan bi al ma’tsur dengan bi al ra’yi secara proporsional, dan menggunakan temuan-temuan ilmiah yang terbukti benar. Semangat dari Tafsir Salman adalah tetap menghormati tafsir-tafsir klasik sekaligus melengkapi dan menyodorkan alternatif-alternatif yang segar dan mencerahkan. Di samping itu, dalam metodologinya Tafsir Salman selalu dilakukan komparasi terhadap tafsir tafsir ilmi terdahulu, dan baru menyimpulkan hasil dari diskusi para pakar dibidangnya. Dalam penyajiannya, Tafsir Salman juga menggunakan gambar-gambar yang dapat membantu pemahaman pembaca. Metodologi penulisan Tafsir Salman dapat dilihat dari diagram berikut:

Contoh Penafsiran Tafsir Salman: An-Naba Ayat 6
أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهٰدًا
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan”
Dalam menafsirkan ayat tersebut, tim penafsiran Salman melakukan tiga tahap penjelasan ayat. Pertama, melakukan analisis kebahasaan, kedua dengan mengungkap beberapa penafsiran terdahulu, ketiga melakukan penafsiran otentis dengan riset yang didiskusikan dalam forum ilmiyah, dan menarik kesimpulan pada sekmentasi ayat.
Pertama, analisis bahasa. Kata mihadan memiliki arti “menghamparkan”. Dari sisi bentuk kata istilah mihadan mengandung dua kemungkinan makna yaitu “saling berhamparan” dan “hamparan-hamparan”. Kata dasarnya adalah mahd, yakni “sesuatu yang disiapkan dan dihamparkan secara halus dan nyaman”. Quraish Shihab menjelaskan bahwa bangsa Arab menggunakan kata mahd untuk ayunan atau hamparan tempat menidurkan anak kecil. Karena itu, Ia menerjemahkan bumi sebagai ayunan.
Kedua, Tafsir Ilmiah Terdahulu. Pada bagian ini tim Tafsir Salman mengutip pendapat-pendapat ulama tafsir lain seperti Al-Alusi, Nawai al-Bantani, al-Qurthubi, ar-Razi, Tantawi Jauhari, dan pendapat cendekiawan muslim yang menghubungkan ayat tersebut dengan sains. Allah menjadikan bumi dalam keadaan mihadan yang bermakna dijadikan hamparan untuk menusia merasa tenang ketika menempatinya.
Ketiga, Tafsir Ilmiah Salman. Pada bagian ini Tafsir Salman menjelaskan teori modern yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori tersebut menjelaskan bahwa litosfer bergerak dengan sangat perlahan, sekitar 1-12cm/tahun. Gerakan tersebut begitu perlahan sehingga tidak terasa oleh makhluk hidup yang tinggal di kerak bumi, bagian atas lapisan tersebut. Dengan demikian, manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan dapat hidup dan berkembang dengan tenang dipermukaan bumi.
Litosfer berjalan amat perlahan sehingga manusia tidak menyadari bahwa bumi yang dipijaknya sedang bergerak untuk memperbaiki eko-sistemnya. Bumi dalam orde jutaan tahun selalu “berganti kulit” agar harmonisasi kehidupan ini berjalan dengan baik. Kerak tua dilumatkan dalam jalur subduksi dan kemudian dileburkan kembali ke dalam mantel bumi. Kerak baru dihasilkan dipunggung tengah samudra yang tumbuh dengan sangat perlahan, sebagaimana isyarat kata mihadan dalam Q.S an-Naba ayat 6. Maasyaa Allah.
Sebetulnya penjelasan dari surah an-Naba dalam Tafsir Salman sangatlah lengkap dan panjang, penulis hanya menyajikan secara sederhana sebagai bagian dari mengenal Tafsir Salman. Pembaca bisa membaca dengan lengkap dalam tafsir tersebut secara langsung.